Malioboro siapa yang tidak mengenal kata itu, setiap
orang yang datang ke Yogyakarta yang menjadi tujuan pertama kali pastilah
Malioboro. Ya sepenggal jalan yang di penuhi oleh pedagang kaki lima selain
toko toko yang beraneka ragam barang yang dijual ataupun sekelompok orang yang
dengan seni mereka menampilkan kemampuan olah suaranya kadang menghibur para
pengunjung Malioboro maupun hanya sekedar lewat saja. Memang Malioboro menjadi
urat nadi kehidupan banyak kalangan baik mulai dari penjual ditoko, kaki lima,
tukang becak, kusir andong, pengamen, tukang parkir dan masih banyak
elemen-elemen yang lain turut ambil bagian dalam kehidupan malioboro.
Pada mulanya Malioboro diambil dari nama seorang
kolonial Inggris bernama Marlborough yang pernah menduduki Yogyakarta pada
tahun 1811 -1816 M. Sedangkan pembangunan kawasan ini pada mulanya untuk
menandingi keberadaan Keraton yang berada di sisi selatannya. Ini terbukti dari
pembanguan bebrapa bangunan besar yang masih ada sampai sekarang yakni Benteng
Vredeburg dibangun tahun 1765, kemudian Gedung Agung dibangun pada tahun 1832,
Pasar Beringharjo, Hotel Garuda serta pertokoan di Malioboro.
Seiring
waktu berjalan kawasan ini berkembang menjadi kawasan ekonomi yang semakin
ramai, untuk berbelanja di kaki lima di tempat ini pengunjung di tuntut untuk
pandai dalam tawar menawar harga, kalau tidak dipastikan mendapatkan harga yang
sedikit lebih mahal. Rata rata harga jual bisa mencapai 50% dari harga yang
ditawarkan. Sedangkan untuk yang didalam toko proses tawar menawar ini tidak
berlaku
artinya harga sesuai dengan banderol yang ada. Untuk malam harinya sesudah jam
21.00 jalur ini berubah menjadi kawasan wisata kuliner yang lambat laun menjadi
cirikhas Malioboro yakni Lesehan. Sambil menikmati makan malam dengan melihat
keramain lalu lalang kendaraan yang ada, disini peran pengamen mulai juga
mengeliat dengan menyajikan lagu-lagu untuk mengantar kenikmatan makan malam
pengunjung Malioboro.
Malioboro
hampir tidak pernah tidur, dengan begitu banyak aktifitas yang dilakukan diarea
ini. Mulai sebelum subuh dikawasan selatan Malioboro ini sudah mengeliat dengan
aktifitas Pasar tradiosional Beringharjo yang menawarkan segala macam barang.
Bagi anda yang ingin menikmati kendaraan tradisional khas yogyakarta anda bisa
naik becak ataupun Andong (seperti delman), dengan keramahannya para tukang becak
maupun sais Kuda akan menyapa dan mengantar anda ketempat yang diinginkan baik
sekedar beli oleh oleh atau menuju tempat wisata di sekeliling Kawasan
Malioboro ini.
Sungguh Malioboro menawarkan hubungan yang harmoni
dengan berbagai kalangan dan seolah semuanya menjadi satu bagian didalamnya,
maka nikmatilah dan kami yakin akan tercipta kenangan manis yang terukir dalam
benak anda untuk mengunjungi kembali kawasan ini.
Hotel terdekat: Whiz Hotel, Hotel Garuda, Hotel Melia Purosani, Ibis styles Hotel
Terletak di kaki gunung merapi sisi selatan pada ketinggian 900 m dari permukaan laut tepatnya di 28 km dari kota yogya yakni didesa Hargobinangun, Pakem Sleman, Yogyakarta. Tempat yang merupakan kawasan dataran tinggi, hawa dingin yang menyejukkan akan sangat terasa begitu memasuki areal kaliurang ini.
Tempat ini dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas, untuk anak-anak ada taman rekreasi dimana anak anak bisa bermain-main. Ada kolam renang mini, ayunan, papan luncur, dan berbagai macam permainan yang pasti putra putri anda akan menyukainya. Bahkan taman ini bisa untuk sebuah acara bagi yang datang secara berombongan. Bagi anda yang merasa tidak cocok berada ditaman bermain ini bisa ke Taman Wisata Plawangan Turgo. Ditempat ini ada beragam tempat juga yang bisa anda nikmati yakni bagi anda yang mampu berjalan mendaki dan belum terlalu siang takutnya diatas kabut akan turun biasanya kita boleh untuk naik keatas menyusuri hutan Plawangan dan mencapai satu tempat dinamai Puncak Pronojiwo, cukup lumayan tinggi keberadaannya namun jika cuaca cerah kita akan menikmati pemandangan luar biasa yakni dapat melihat puncak merapi yang sangat fenomenal tersebut.
Setelah puas dengan keindahan puncak merapi kita kembali turun dan menikmati Air terjun yang dinamai Tlogo Muncar, tidak begitu deras aliran airnya namun percikan air yang mengenai kita saat berada tidak jauh dari sekitar air terjun menambah rasa dingin yang kita rasakan namun menyegarkan. Cukup menikmati air Terjun jika ingin berbasah basah lagi nikmati kesegaran air Gunung dengan berenang di Kolam renang yang dinamai Tlogo Putri. Jangan kaget kalau anda berenang di Kolam renang ini, karena airnya begitu dingin. Sumber air kolam renang ini diambil dari mata air dari bukit Plawangan. Kesegaran luar biasa dirasakan bercampur dengan rasa dingin kala menikmati berenang dikolam ini. Secara keseluruhan area Hutan wisata Kaliurang ini juga dapat digunakan sebagai arena outbond.
Untuk berkeliling area wisata ini juga ada kendaraan yang semacam kereta
namun tidak lewat jalur rel tetapi berupa kereta yang ditarik oleh semacam mobil yang dibentuk seperti kereta api. Hanya dengan membayar Rp. 3.000,- per orang atau Rp. 20.000,- per rombongan yang terdiri dari 7 orang. Bagi yang ingin menghabiskan malam di kawasan ini banyak disediakan banyak tempat tempat menginap, bahkan warung warung juga banyak terlebih warung yang menjual makanan yang membuat badang menjadi lebih hangat salah satunya sate kelinci yang berada disebelah taman rekreasi.
Tiket masuk ke kawasan ini untuk dewasa sebesar Rp. 2.000,- dan Rp. 1.000,- untuk anak-anak. Jika menggunakan motor maka retribusi untuk motor sebesar Rp. 500,-, untuk mobil Rp. 2.000,- dan bis atau truk sebesar Rp. 3.000,-. Untuk hari-hari libur akan berbeda tarifnya yakni Rp. 3.000,- untuk dewasa dan Rp. 1.500,- untuk anak-anak.
Selama menjadi
keraton kasultanan sampai sekarang Keraton Kasultanan Yogyakarta telah dipimpin
oleh 10 Sultan. Kesepuluh sultan tersebut adalah :
- Sri Sultan Hamengku Buwono I memerintah dari tahun 1755 sampai dengan tahun 1792
- Sri Sultan Hamengku Buwono II memerintah dari tahun 1792 sampai dengan tahun 1810
- Sri Sultan Hamengku Buwono III memerintah dari tahun 1810 sampai dengan tahun 1813
- Sri Sultan Hamengku Buwono IV memerintah dari tahun 1814 sampai dengan tahun 1822
- Sri Sultan Hamengku Buwono VI memerintah dari tahun 1855 sampai dengan tahun 1877
- Sri Sultan Hamengku Buwono VII memerintah dari tahun 1877 sampai dengan tahun 1921
- Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memerintah dari tahun 1921 sampai dengan tahun 1939
- Sri Sultan Hamengku Buwono IX memerintah dari tahun 1939 sampai dengan tahun 1988
- Sri Sultan Hamengku Buwono X memerintah dari tahun 1988 sampai dengan sekarang
Terbentuknya
keraton kasultanan yogyakarta sangat panjang yakni dimulai dengan keberadaan Ki
Ageng Pemanahan putra Ki Ageng Ngenis atau cucu ki Ageng Selo, pada tahun 1558
M mendapat hadiah dari Sultan pajang karena jasanya mengalahkan Arya Penangsang
berupa tanah di wilayah Mataram yang kemudian pada tahun 1577 Ki Ageng
Pemanahan membangun istananya di sekitar Kotagede. Selama hidupnya Ki Ageng Pemanahan
tetap setia kepada Sultan Pajang. Beliau kemudian meninggal pada tahun 1584.
Putera Ki Ageng Pemanahan yang bernama Sutawijaya diangkat oleh Sultan Pajang
menggantikan Ayahnya sebagai penguasa mataram.
Namun karena ingin memiliki
daerah kekuasaan yang lebih yakni meliputi seluruh pulau jawa Sutawijaya enggan
tunduk pada Sultan Pajang yang mengakibatkan kerajaan Pajang ingin merebut
kembali kekuasaan di mataram yang dipegang oleh Sutawijaya hal itu dilakukan
Sultan pajang pada tahun 1587. Pada saat itu juga Badai letusan Gunung Merapi
menerjang dan menghancurkan Pasukan yang akan mengempur keberadaan Sutawijaya
sedangkan Sutawijaya sendiri selamat dari hantaman badai tersebut. Akhirnya
setahun kemudian atau tahun 1588 Mataram menjadi kerajaan dan Sutawijaya
menjadi sultan dengan gelar Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama atau sering
disebut Panembahan senopati yang berarti panglima perang dan pengatur kehidupan
beragama.
Panembahan
senapati memerintah hingga wafat tahun 1601 yang kemudian digantikan puteranya
Mas Jolang yang lebih dikenal dengan Panembahan sedya krapyak, selanjutnya
digantikan Pangeran Arya Martapura tahun 1613, dan dikarenakan sering mengalami
sakit digantikan kakaknya Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung
Senapati Ingalaga Abdurrahman atau disebut Prabu Pandita Hanyakrakusuma atau
lebih dikenal dengan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Pada pemerintahan Sultan
agung inilah mataram mengalami kemajuan baik dibidang politik, militer,
kesenian, kesusasteraan dan keagamaan bahkan hukum filsafat dan
astronomi juga sudah mulai di pelajari. Setelah sultan Agung wafat pada tahun
1645 digantikan oleh putranya Amangkurat I dan mulai mengalami kemunduran
karena lebih banyak konflik antar keluarga sendiri dan saat itu VOC mulai
menggunakan momentum tersebut untuk menjalankan politiknya. Dan sebagai
akibatnya pada tanggal 13 februari 1755 muncul perjanjian Gianti yang isinya
membagi kerajaan mataram menjadi 2 kekuasaan yakni disebelah timur sebagai
Kasunanan Surakarta dan sebelah barat menjadi Kasultanan Yogyakarta. Untuk
pertama kalinya sesudah perjanjian Giyanti ini Pangeran Mangkubumi menjadi
Sultan atas kasultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senapati
Ingalaga Abdulrakhman sayidin panatagama khalifatullah atau sering disingkat
Sultan Hamengku Buwono I.
Dengan menempati
area seluas 1,3 km persegi keraton dibangun dengan konsep kosmologi jawa yakni
alam terbagi menjadi 3 bagian yakni atas sebagai tempat para dewa kemudian
bagian tengah sebagai tempat manusia dan bawah sebagai tempat kekuatan jahat,
sedangkan bagian atas dan bawah dibagi lagi masing masing menjadi 3 bagian yang
seluruhnya jadi 7 bagian. Bagian tersebut adalah :
- Lingkungan Alun alun utarasampai siti Hinggil utara
- Keben atau kemandungan utara
- Sri Manganti
- Pusat Kraton
- Kemagangan
- Kemandungan Kidul
- Alun alun selatan sampai siti hinggil selatan
- Lapisan luar, disini terdapat Alun alun utara dan selatan dengan masing masing antributnya. Alun alun utara dengan Masjid Agung, Pekapalan, Pagelaran dan pasar yang membentuk catur gatara tunggal. Alun - alun dengan Kandang Gajah kepatihan sebagai prasaranan birokrasi dan Benteng sebagai prasarana militer.
- Lapisan kedua, Siti Hinggil merupakan halaman dengan pelataran yang ditinggikan. Ini juga terdapat di sisi utara dan selatan. Siti Hinggil utara ada bangsal witana dan bangsal manguntur tangkil tempat untuk mengadakan upacara kenegaraan, sedangkan siti hinggil selatan digunakan untuk melihat latihan keprajuritan. Bagian terakhir pada lapisan kedua ini adalah supit urang/pamengkang yaitu jalan yang melingkari Siti Hinggil.
- Lapisan ketiga berupa Pelataran Kemandhungan utara dan selatan. Ini merupakan ruang transisi menuju pusat. Pada pelataran kemandungan utara terdapat bangsal pancaniti sebagai tempat sultan melakukan pengadilan khusus perkara yang ditangani raja. Selain itu sebagai ruang tunggu abdi dalem untuk menghadap raja.
- Lapisan ke empat terdiri dari Pelataran Sri Manganti dengan bangsal Sri manganti sebagai ruang tunggu menghadap raja, dibagian ini juga terdapat bangsal trajumas di utara pelataran kemagangan dan bangsal kemagangan disisi selatannya.
- Lapisan akhir adalah merupakan pusatnya yakni terdapat pelataran kedhaton yang terdiri dari Tratag, Pendhopo, pringgitan dalem.
Sebagai penghubung
antar pelataran dibatasi dengan
benteng dan gerbang sehingga terdapat 9 gerbang pada 9 pelataran dan nama
gerbang tersebut adalah Gerbang Pangurakan, Gerbang Brajanala, Gerbang
Srimanganti, Gerbang Danapratapa, Gerbang Kemagangan, Gerbang Gadung Mlathi,
Gerbang Kamandhungan, Gerbang Gadhing, dan Gerbang Tarub Agung
Untuk dapat
melihat bagian bagian keraton ini pengunjung harus membayar tiket sebesar Rp.
5.000,- untuk bagian depan keraton antara lain pagelaran, siti hinggil dan
sekitarnya sedangkan untuk yang bagian dalam keraton melalui Keben tiket
sebesar Rp. 7.000,-
Langganan:
Postingan (Atom)