VIDIO JKT48 RIVER



DILIHAT YAA NII JKT48 RIVER

TUTORIAL CARA MENGEDIT DI PHOTOSHOP


KALIAN PENGEN TAHU CARANYAA ???

DOWNLOAD LINK DI BAWAH INI

http://www.youtube.com/watch?v=4s6Y1J2MDG8&feature=youtu.be

KARYA TULIS

PANTAI SARANGAN



 pantai sarangan

 

Sarangan rasanya tak asing didengar ditelinga para pecinta wisata, ya telaga sarangan yang berada di kabupaten Magetan itu yang mungkin ada di benak anda semua. Namun yang dimaksud adalah kawasan pantai, yakni kawasan pantai yang berada di Gugusan pantai selatan pulau jawa tepatnya berada di desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunung Kidul bersebelahan dengan Pantai Krakal.

Selama ini Pantai Krakal merupakan tujuan akhir paket rangkaian kunjungan ke pantai selatan Wonosari tersebut, yakni setelah pantai baron, pantai kukup baru kemudian Pantai krakal. Namun saat ini mungkin jadwal anda akan berubah untuk menyaksikan satu pantai dengan pesona yang tidak kalah dengan pantai lainnya. Pantai yang bersanding mesra dengan pantai krakal ini menawarkan satu bentuk pantai bagai teluk kecil yang melengkung dengan garis pantai yang relative pendek kurang lebih hanya sekitar 200 meter saja. Namun keindahan kanan kiri pantai yang berupa tebing sekaligus pembatas dengan pantai krakal sangatlah menakjubkan serta hamparan pasir putihnya dan gelombang yang tidak begitu besar dibanding Pantai Krakal ataupun Pantai Baron. Akan lebih istimewa jika kita menaiki bukit batu karang tersebut, Sejauh mata memandang akan terlihat keindahan  dan luasnya pantai krakal serta deretan pantai yang memanjang ke timur sampai pantai sadranan bahkan pantai sundak.

Untuk menuju tempat ini pun sangat mudah tinggal mengikuti arah ke pantai krakal maka anda akan pantai saranganmenjumpai petunjuk yang mengarah ke pantai ini, sangat sayang jika dilewatkan keindahan pantai sarangan ini jika telah sampai di pantai krakal. Bahkan belum lama ini Pembangunan jembatan untuk menghubungkan pantai Krakal dengan Pantai Sarangan telah selesai dengan menggunakan dana PNPM-MP (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan tahun 2012 dan juga swadaya murni masyarakat Ngestirejo sendiri. Dengan pembangunan jembatan ini kiranya dapat mempermudah para wisatawan menikmati kawasan pantai baik pantai Sarangan maupun pantai Krakal.

 

Pantai ini memang tergolong baru dalam pengelolaan dibanding dengan banyak pantai yang ada di gunung kidul ini, namun keindahannya tidak akan kalah dari pantai pantai yang lain. Lengkapi koleksi kunjungan anda untuk melihat keindahan yang mempesona dari Gunung Kidul ini.

MALIOBORO


Malioboro siapa yang tidak mengenal kata itu, setiap orang yang datang ke Yogyakarta yang menjadi tujuan pertama kali pastilah Malioboro. Ya sepenggal jalan yang di penuhi oleh pedagang kaki lima selain toko toko yang beraneka ragam barang yang dijual ataupun sekelompok orang yang dengan seni mereka menampilkan kemampuan olah suaranya kadang menghibur para pengunjung Malioboro maupun hanya sekedar lewat saja. Memang Malioboro menjadi urat nadi kehidupan banyak kalangan baik mulai dari penjual ditoko, kaki lima, tukang becak, kusir andong, pengamen, tukang parkir dan masih banyak elemen-elemen yang lain turut ambil bagian dalam kehidupan malioboro.
Pada mulanya Malioboro diambil dari nama seorang kolonial Inggris bernama Marlborough yang pernah menduduki Yogyakarta pada tahun 1811 -1816 M. Sedangkan pembangunan kawasan ini pada mulanya untuk menandingi keberadaan Keraton yang berada di sisi selatannya. Ini terbukti dari pembanguan bebrapa bangunan besar yang masih ada sampai sekarang yakni Benteng Vredeburg dibangun tahun 1765, kemudian Gedung Agung dibangun pada tahun 1832, Pasar Beringharjo, Hotel Garuda serta pertokoan di Malioboro.


Seiring waktu berjalan kawasan ini berkembang menjadi kawasan ekonomi yang semakin ramai, untuk berbelanja di kaki lima di tempat ini pengunjung di tuntut untuk pandai dalam tawar menawar harga, kalau tidak dipastikan mendapatkan harga yang sedikit lebih mahal. Rata rata harga jual bisa mencapai 50% dari harga yang ditawarkan. Sedangkan untuk yang didalam toko proses tawar menawar ini tidak 


berlaku artinya harga sesuai dengan banderol yang ada. Untuk malam harinya sesudah jam 21.00 jalur ini berubah menjadi kawasan wisata kuliner yang lambat laun menjadi cirikhas Malioboro yakni Lesehan. Sambil menikmati makan malam dengan melihat keramain lalu lalang kendaraan yang ada, disini peran pengamen mulai juga mengeliat dengan menyajikan lagu-lagu untuk mengantar kenikmatan makan malam pengunjung Malioboro.




Malioboro hampir tidak pernah tidur, dengan begitu banyak aktifitas yang dilakukan diarea ini. Mulai sebelum subuh dikawasan selatan Malioboro ini sudah mengeliat dengan aktifitas Pasar tradiosional Beringharjo yang menawarkan segala macam barang. Bagi anda yang ingin menikmati kendaraan tradisional khas yogyakarta anda bisa naik becak ataupun Andong (seperti delman), dengan keramahannya para tukang becak maupun sais Kuda akan menyapa dan mengantar anda ketempat yang diinginkan baik sekedar beli oleh oleh atau menuju tempat wisata di sekeliling Kawasan Malioboro ini.
Sungguh Malioboro menawarkan hubungan yang harmoni dengan berbagai kalangan dan seolah semuanya menjadi satu bagian didalamnya, maka nikmatilah dan kami yakin akan tercipta kenangan manis yang terukir dalam benak anda untuk mengunjungi kembali kawasan ini.



KALIURANG



Terletak di kaki gunung merapi sisi selatan pada ketinggian 900 m dari permukaan laut tepatnya di 28 km dari kota yogya yakni didesa Hargobinangun, Pakem Sleman, Yogyakarta. Tempat yang merupakan kawasan dataran tinggi, hawa dingin yang menyejukkan akan sangat terasa begitu memasuki areal kaliurang ini.

Tempat ini dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas, untuk anak-anak ada taman rekreasi dimana anak anak bisa bermain-main. Ada kolam renang mini, ayunan, papan luncur, dan berbagai macam permainan yang pasti putra putri anda akan menyukainya. Bahkan taman ini bisa untuk sebuah acara bagi yang datang secara berombongan. Bagi anda yang merasa tidak cocok berada ditaman bermain ini bisa ke Taman Wisata Plawangan Turgo. Ditempat ini ada beragam tempat juga yang bisa anda nikmati yakni bagi anda yang mampu berjalan mendaki dan belum terlalu siang takutnya diatas kabut akan turun biasanya kita boleh untuk naik keatas menyusuri hutan Plawangan dan mencapai satu tempat dinamai Puncak Pronojiwo, cukup lumayan tinggi keberadaannya namun jika cuaca cerah kita akan menikmati pemandangan luar biasa yakni dapat melihat puncak merapi yang sangat fenomenal tersebut.


Setelah puas dengan keindahan puncak merapi kita kembali turun dan menikmati Air terjun yang dinamai Tlogo Muncar, tidak begitu deras aliran airnya namun percikan air yang mengenai kita saat berada tidak jauh dari sekitar air terjun menambah rasa dingin yang kita rasakan namun menyegarkan. Cukup menikmati air Terjun jika ingin berbasah basah lagi nikmati kesegaran air Gunung dengan berenang di Kolam renang yang dinamai Tlogo Putri. Jangan kaget kalau anda berenang di Kolam renang ini, karena airnya begitu dingin. Sumber air kolam renang ini diambil dari mata air dari bukit Plawangan. Kesegaran luar biasa dirasakan bercampur dengan rasa dingin kala menikmati berenang dikolam ini. Secara keseluruhan area Hutan wisata Kaliurang ini juga dapat digunakan sebagai arena outbond.

Untuk berkeliling area wisata ini juga ada kendaraan yang semacam kereta

namun tidak lewat jalur rel tetapi berupa kereta yang ditarik oleh semacam mobil yang dibentuk seperti kereta api. Hanya dengan membayar Rp. 3.000,- per orang atau Rp. 20.000,- per rombongan yang terdiri dari 7 orang. Bagi yang ingin menghabiskan malam di kawasan ini banyak disediakan banyak tempat tempat menginap, bahkan warung warung juga banyak terlebih warung yang menjual makanan yang membuat badang menjadi lebih hangat salah satunya sate kelinci yang berada disebelah taman rekreasi.

Tiket masuk ke kawasan ini untuk dewasa sebesar Rp. 2.000,- dan Rp. 1.000,- untuk anak-anak. Jika menggunakan motor maka retribusi untuk motor sebesar Rp. 500,-, untuk mobil Rp. 2.000,- dan bis atau truk sebesar Rp. 3.000,-. Untuk hari-hari libur akan berbeda tarifnya yakni Rp. 3.000,- untuk dewasa dan Rp. 1.500,- untuk anak-anak.


KERATON KASULTAN YOGYAKARTA





Selama menjadi keraton kasultanan sampai sekarang Keraton Kasultanan Yogyakarta telah dipimpin oleh 10 Sultan. Kesepuluh sultan tersebut adalah :
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono I memerintah dari tahun 1755 sampai dengan tahun 1792
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono II memerintah dari tahun 1792 sampai dengan tahun 1810
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono III memerintah dari tahun 1810 sampai dengan tahun 1813
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono IV memerintah dari tahun 1814 sampai dengan tahun 1822
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono V memerintah dari tahun 1822 sampai dengan tahun 1855
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono VI memerintah dari tahun 1855 sampai dengan tahun 1877
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono VII memerintah dari tahun 1877 sampai dengan tahun 1921
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memerintah dari tahun 1921 sampai dengan tahun 1939
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono IX memerintah dari tahun 1939 sampai dengan tahun 1988
  1. Sri Sultan Hamengku Buwono X memerintah dari tahun 1988 sampai dengan sekarang


Terbentuknya keraton kasultanan yogyakarta sangat panjang yakni dimulai dengan keberadaan Ki Ageng Pemanahan putra Ki Ageng Ngenis atau cucu ki Ageng Selo, pada tahun 1558 M mendapat hadiah dari Sultan pajang karena jasanya mengalahkan Arya Penangsang berupa tanah di wilayah Mataram yang kemudian pada tahun 1577 Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di sekitar Kotagede. Selama hidupnya Ki Ageng Pemanahan tetap setia kepada Sultan Pajang. Beliau kemudian meninggal pada tahun 1584. Putera Ki Ageng Pemanahan yang bernama Sutawijaya diangkat oleh Sultan Pajang menggantikan Ayahnya sebagai penguasa mataram.
Namun karena ingin memiliki daerah kekuasaan yang lebih yakni meliputi seluruh pulau jawa Sutawijaya enggan tunduk pada Sultan Pajang yang mengakibatkan kerajaan Pajang ingin merebut kembali kekuasaan di mataram yang dipegang oleh Sutawijaya hal itu dilakukan Sultan pajang pada tahun 1587. Pada saat itu juga Badai letusan Gunung Merapi menerjang dan menghancurkan Pasukan yang akan mengempur keberadaan Sutawijaya sedangkan Sutawijaya sendiri selamat dari hantaman badai tersebut. Akhirnya setahun kemudian atau tahun 1588 Mataram menjadi kerajaan dan Sutawijaya menjadi sultan dengan gelar Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama atau sering disebut Panembahan senopati yang berarti panglima perang dan pengatur kehidupan beragama.
Panembahan senapati memerintah hingga wafat tahun 1601 yang kemudian digantikan puteranya 
Mas Jolang yang lebih dikenal dengan Panembahan sedya krapyak, selanjutnya digantikan Pangeran Arya Martapura tahun 1613, dan dikarenakan sering mengalami sakit digantikan kakaknya Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman atau disebut Prabu Pandita Hanyakrakusuma atau lebih dikenal dengan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Pada pemerintahan Sultan agung inilah mataram mengalami kemajuan baik dibidang politik, militer, kesenian, kesusasteraan dan keagamaan bahkan hukum filsafat dan astronomi juga sudah mulai di pelajari. Setelah sultan Agung wafat pada tahun 1645 digantikan oleh putranya Amangkurat I dan mulai mengalami kemunduran karena lebih banyak konflik antar keluarga sendiri dan saat itu VOC mulai menggunakan momentum tersebut untuk menjalankan politiknya. Dan sebagai akibatnya pada tanggal 13 februari 1755 muncul perjanjian Gianti yang isinya membagi kerajaan mataram menjadi 2 kekuasaan yakni disebelah timur sebagai Kasunanan Surakarta dan sebelah barat menjadi Kasultanan Yogyakarta. Untuk pertama kalinya sesudah perjanjian Giyanti ini Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas kasultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senapati Ingalaga Abdulrakhman sayidin panatagama khalifatullah atau sering disingkat Sultan Hamengku Buwono I.
Dengan menempati area seluas 1,3 km persegi keraton dibangun dengan konsep kosmologi jawa yakni alam terbagi menjadi 3 bagian yakni atas sebagai tempat para dewa kemudian bagian tengah sebagai tempat manusia dan bawah sebagai tempat kekuatan jahat, sedangkan bagian atas dan bawah dibagi lagi masing masing menjadi 3 bagian yang seluruhnya jadi 7 bagian. Bagian tersebut adalah :
  1. Lingkungan Alun alun utarasampai siti Hinggil utara
  1. Keben atau kemandungan utara
  1. Sri Manganti
  1. Pusat Kraton
  1. Kemagangan
  1. Kemandungan Kidul
  1. Alun alun selatan sampai siti hinggil selatan
Sedangkan secara tata ruang keraton di susun dengan pola kosentrik yakni :
  1. Lapisan luar, disini terdapat Alun alun utara dan selatan dengan masing masing antributnya. Alun alun utara dengan Masjid Agung, Pekapalan, Pagelaran dan pasar yang membentuk catur gatara tunggal. Alun - alun dengan Kandang Gajah kepatihan sebagai prasaranan birokrasi dan Benteng sebagai prasarana militer.
  1. Lapisan kedua, Siti Hinggil merupakan halaman dengan pelataran yang ditinggikan. Ini juga terdapat di sisi utara dan selatan. Siti Hinggil utara ada bangsal witana dan bangsal manguntur tangkil tempat untuk mengadakan upacara kenegaraan, sedangkan siti hinggil selatan digunakan untuk melihat latihan keprajuritan. Bagian terakhir pada lapisan kedua ini adalah supit urang/pamengkang yaitu jalan yang melingkari Siti Hinggil.
  1. Lapisan ketiga berupa Pelataran Kemandhungan utara dan selatan. Ini merupakan ruang transisi menuju pusat. Pada pelataran kemandungan utara terdapat bangsal pancaniti sebagai tempat sultan melakukan pengadilan khusus perkara yang ditangani raja. Selain itu sebagai ruang tunggu abdi dalem untuk menghadap raja.
  1. Lapisan ke empat terdiri dari Pelataran Sri Manganti dengan bangsal Sri manganti sebagai ruang tunggu menghadap raja, dibagian ini juga terdapat bangsal trajumas di utara pelataran kemagangan dan bangsal kemagangan disisi selatannya.
  1. Lapisan akhir adalah merupakan pusatnya yakni terdapat pelataran kedhaton yang terdiri dari Tratag, Pendhopo, pringgitan dalem.
Sebagai penghubung antar pelataran dibatasi dengan benteng dan gerbang sehingga terdapat 9 gerbang pada 9 pelataran dan nama gerbang tersebut adalah Gerbang Pangurakan, Gerbang Brajanala, Gerbang Srimanganti, Gerbang Danapratapa, Gerbang Kemagangan, Gerbang Gadung Mlathi, Gerbang Kamandhungan, Gerbang Gadhing, dan Gerbang Tarub Agung
Untuk dapat melihat bagian bagian keraton ini pengunjung harus membayar tiket sebesar Rp. 5.000,- untuk bagian depan keraton antara lain pagelaran, siti hinggil dan sekitarnya sedangkan untuk yang bagian dalam keraton melalui Keben tiket sebesar Rp. 7.000,-

DANAU SARANGAN


Kurang lebih lima kilometer menjelang lokasi wisata Telaga Sarangan dari arah Tawangmangu, tanjakan Irung Petruk ( Hidung Petruk ) sekaligus jalanan turunannya, amat mendominasi. Bagi mobil yang mesinnya tidak prima, dijamin tidak bakal kuat melewati tanjakan-tanjakan tersebut. Sebaliknya cara mengerem yang betul pun harus kita perhatikan ketika menuruni turunan-turunan yang amat curam, kalau tidak mau rem mobil menjadi blong. 

Ada sekitar delapan mobil yang tidak kuat menaiki tanjakan-tanjakan dari arah Telaga Sarangan kearah Tawangmangu ketika kami melintas. Terutama menjelang tanjakan Cemoro Sewu, yang merupakan tanjakan super tajam. Iseng-iseng kami berhenti sebentar di Cemoro Sewu, kemudian berbincang sebentar dengan Pak Arifin dan bertanya," Kenapa ya Pak ada mobil yang tidak kuat naik, bukankah dia tahu kalau medan yang akan dilalui itu terjal ?," Pak Arifin mengatakan ," Biasanya mobil-mobil yang mogok tersebut ( tidak kuat naik ) adalah orang yang belum tahu medan," jawab Pak Arifin.

Begitulah jalanan menuju Telaga Sarangan dari arah Tawangmangu, yang penuh dengan tanjakan dan turunan yang tajam serta berliku-liku. Namun jangan khawatir, kita akan disuguhi oleh pemandangan hutan yang hijau, angin pegunungan yang sejuk dan panorama yang menyejukkan hati. Sesaat kemudian sampailah kami di pintu gerbang Telaga Sarangan, dari gerbang tiket kita mesti masuk ke dalam lagi kurang lebih 500 meter lagi untuk sampai di telaga. Sepanjang jalan menuju telaga, di kanan kiri jalan dipenuhi oleh orang berjualan baju yang bergambar Telaga Sarangan.

Dilihat dari lokasinya, Telaga Sarangan merupakan obyek wisata alam di lereng sebelah timur Gunung Lawu, sekitar 16 km arah barat kota Magetan. Dengan luas sekitar 30 hektare dan kedalaman kurang lebih 28 meter dengan dilengkapi fasilitas hotel atau penginapan, jasa perahu dan jasa berkuda sangat cocok sebagai tempat rekreasi keluarga. Fasilitas rekreasi pertama yang kami tuju adalah naik speed boat, karena kebetulan selepas parkir mobil langsung dihampiri oleh Pak Warsono ( 46 ) salah satu pengemudi boat. Setelah ada kesepakatan harga, yaitu 35 ribu rupiah untuk satu kali trip akhirnya kami pun mengelilingi telaga dengan boat.Sampai di telaga pun hampir menjumpai suasana yang sama seperti jalanan uatama untuk masuk ke telaga ini. Hanya dipisahkan jalanan yang hanya pas untuk dua mobil, diseberang jalan hampir dipenuhi orang berjualan souvenir dan barang-barang kerajinan lainnya dari Kabupaten Magetan. Agak sulit juga untuk mendapatkan tempat parkir karena suasana yang sangat ramai, namun setelah berputar-putar selama kurang lebih lima belas menit akhirnya dapat lokasi pakir juga. Setelah keluar dari mobil, kami mendapati cuaca disini yang lumayan panas, mungkin karena tempatnya terbuka dan ditambah dengan angin kemarau yang kering.
Dari dalam boat, air telaga kelihatan surut sekali, kurang lebih surut sekitar delapan meter. Karena batas dari air pasang sampai dengan air surut kelihat sangat jelas. Hal ini diakibatkan oleh jarangnya hujan karena kemarau panjang. “ Kalau musim hujan, air danau naik dan pemandangan terlihat lebih indah Pak, “ Kata Pak Warsono sambil mengemudikan perahu. Sambil mengemudikan boat nya, Pak Warsono terus ngobrol tentang telaga sarangan dengan kami. Termasuk adanya Labuh Sesaji, yaitu sebuah upacara ritual “Bersih Desa" yang diselenggarakan setiap tahun pada hari Jum’at Pon pada bulan Ruwah. Bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat desa atas berkah dari Yang Maha Kuasa atas segala berkah yang diberikan dengan wujud pelarungan persembahan ke dalam telaga.
Sate kelincilah yang menjadi pilihan kami, karena kebetulan di putaran akhir mobil, ada pedagang sate kelinci keliling yang membawa gerobagnya. Akhirnya kami turun dari mobil dan menimati lezatnya sate kelinci di tepi telaga. Saat-saat seperti ini memang jarang sekali kami temukan maka dari itu makan di tepi telaga sangat kami nikmati beserta seluruh rombongan yang ikut. Tak terasa setelah lama bersenda gurau, matahari pun mulai bergera ke ufuk barat, saatnya kami melanjutkan perjalanan.Setelah berputar hampir dua puluh menit, kami tiba kembali di tempat semula dan bersiap untuk mengitari telaga dengan jalan darat. Sebetulnya tertarik juga untuk mengelilingi telaga dengan naik kuda, namun karena cuaca siang itu cukup panas, akhirnya kami memutuskan untuk mengitari telaga dengan mobil. Sambil berjalan pelan dengan mobil, kami memeperhatikan sekeliling. Selain para penjual baju dan souvenir, ternyata rumah makan yang ada didominasi oleh soto ayam dan sate kelinci.

CANDI BOROBUDUR



Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat ibadah, Borobudur memang memikat hati.
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.

Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.

Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu, melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. YogYES mengajak anda untuk mengelilingi setiap lorong-lorong sempit di Borobudur agar dapat mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang budhis asal India pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut "The Lamp for the Path to Enlightenment" atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.